Jumat, 02 November 2012

Sinopsis Novel KATAK HENDAK JADI LEMBU


KATAK HENDAK JADI LEMBU
SINOPSIS
Haji Zakaria adalah sahabat Karib Haji Hasbullah. Semenjak kecil mereka dapat dikatakan sepermainan, seperjalanan dan sama-sama pula pergi naik haji ke Tanah Suci. Juga senasib, sama-sama memiliki anak tunggal. Bedanya, Haji Hasbullah memiliki seorang anak perempuan, Zubaidah namanya. Lebih berbahagia dan lebih beruntung daripada dia, karena Haji Hasbullah lebih kaya dan menjadi khatib ternama, ramah, dan lurus di negerinya. Zubaidah setelah tamat belajar di sekolah rendah setingkat SMP, dididiknya di rumah dengan budi bahasa yang halus, baik tentang perkara adat sopan-santun, juga tentang perkara agama. Sedang Haji Zakaria adalah seorang tani kaya yang memiliki seorang anak laki-laki bernama Suria. Sebagaimana kebiasaan pada anak tunggal, Haji Zakaria selalu menuruti apapun permintaan Suria. Sehingga saat dia dewasa, dia tumbuh menjadi anak yang manja, pesolek, dan tinggi hati.
Ketika Zubaidah berumur 14 tahun, dia akan dijodohkan dengan Raden Prawira, yang bepangkat manteri polisi. Dalam ikhtiar orangtuanya itu, datanglah Haji Zakaria dengan maksud ingin meminang Zubaidah untuk anaknya, Suria. Hati siapa yang tak luluh jika memintanya dengan sangat memohon dan halus? Apalagi yang meminta adalah sahabat karibnya. Lalu di setujuilah permintaan itu. Sebenarnya Haji Hasbullah sudah ahu dan tidak suka dengan perangai Suria, namun dia berharap agar agaknya perangai itu bisa berubah nanti dengan setelah dia menikah dengan anaknya. Setelah Zubaidah telah akilbalig yaitu sudh cukup lima belas tahunn maka mereka secara resmi dinikahkan dengan diramaikan tari-tarian, nyanyi-nyanyian dan perjamuan besar dua hari dan dua malam lamanya. Maklum kedua-duanya berasal dari keluarga yang berada. Namun pernikahan itu tak membawa bahagia agaknya.
Harapan Haji Hasbullah tidak terkabul nyatanya. Perangai Suria malah semakin menjadi-jadi sepeninggal ayahnya. Tabiat suria bertambah teranja-anja, congkak, dan sombong. Dia berfoya-foya dengan harta peninggalan orangtuanya itu. Tidak di jaganya dengan baik-baik malah dihabiskan. Dan ketika istrinya melahirkan seorang anak laki-laki bernama Abdulhalim, tiba-tiba ia pun meninggalkannya. Dan setelah tiga tahun lamanya perempuan itu meranda, selama itu pula Suria berfoya-foya dengan hartanya dan akhirnya habis. Akhirnya dia kembali ke keluarga yang telah ditinggalkannya. Di jemputlah sang istri dirumah mertuanya itu dengan memohon, bersimpuh, dan menyesalkan atas kesalahan yang telah dia perbuat Selama ini. Dan akhirnya mereka kembali ke rumah Zubaidah. Setelah dua tahun Suria di angkat menjadi manteri kabupaten. Namun Abdulhalim tinggal di Tasikmalaya bersama neneknya. Setelah dia berumur 6 tahun, oleh Haji Hasbullah dia dimasukkan ke sekolah Belanda dan kemudian ke sekolah menak di Bandung dengan ongkosnya sendiri. Dan ketika Suria menjadi manteri kabupaten, gajinya pun bertambah, namun tak sekalipun uang itu digunakannya untuk menyekolahkan ketiga anaknya, yaitu Abdulhalim, Saleh, dan Aminah. Ketiganya dibiayai oleh kakeknya, Haji Hasbullah. Uangnya itu bahkan tak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari sehingga seperti pepatah “Besar pasak daripada tiang”. Hutangnya pun semakin menumpuk saja tidak pula dia bisa melunasi hutang-hutangnya. Malah semakin menumpuk membuat istrinya sedih, tertekan memikirkan tabiat suaminya yang gila pangkat dan kehormatan itu.
Seringkali terjadi petengkaran mulut antara zubaidah dan Suria. Zubaidah tak kuat lagi menahan malu kepada para penagih yang selalu datang ke rumahnya. Namun Suria sendiri bersikap acuh tak acuh menghadapi kenyataan itu. Bahkan, dia kini ingin naik pangkat ketika didengarnya ada lowongan klerk. Hal itu ia ceritakan kepada istrinya bahwa beberapa hari yang lalu ia mengirim pemohonan untuk mengisi lowongan itu. dia begitu yakin atasannya akan berusaha menolongnya.”Tak usah mengeluh juga, Edah,”ujarnya, ”Kalau sudah keluar surat angkatan akang jadi klerk, tentu klerk kelas 1, tak pelu kita disokong ayah dari Tasik lagi. Dengan sekejap saja kita sudah lebih daripada manteri polisi yang tertua dinasnya.”
Utang Suria terus menggunung. Apalagi karena Suria berani mengambil barang-barang lelangan atasannya. Maka, untuk melunasi utang-utang itu, Suria menjadi gelap mata. Ia ”telan” uang kas di kantornya. Perbuatannya itu diketahui atasannya. Kemudian, ketika Suria dipanggil atasannya, dia bahkan mengajukan permohonan behenti bekerja.
Rupanya, Suria telah merencanakan sebelumnya. Dalam pikirannya, setelah berhasil menggelapkan uang kas, ia akan membawa istri dan anak anaknya pindah ke rumah Abulhalim yang kini telah bekerja dan telah pula berkeluarga. Suria mengirim surat kepada anaknya dan mengutarakan maksudnya itu. Sebagai seorang anak yang ingin membalas budi orang tua, Abdulhalim sama sekali tak merasa keberatan dengan keinginan ayahnya. Mulai saat itu, Suria tinggal di rumah anaknya.
Orang tua itu rupanya benar benar tak tahu diri. Ia tetap bersikap seperti tuan rumah layaknya. Adapun Abulhalim dan menantunya dia anggap sebagai anak yang harus patuh pada orangtua, sekalipun Abdulhalim sebagai kepala rumahtangga.”Patutkah seorang menantu menghinakan mertuanya? patutkah seorang perempuan berkata sekasar itu terhadapku, bekas manteri kabupaten? Sudah salah ayahmu mengawinkan Abdulhalim dengan anak jaksa kepala itu. Mengharapkan gelar dan paras saja. Coba diturutkan nasihatku dahulu dikawinkan Abdulhalim dengan anak wedana, yang telah jadi guru di Tasik itu, tentu takkan begini jadinya.”
Tak kuasa Zubaidah melihat tingkah laku suaminya yang sering mencampuri urusan rumahtangga anaknya. Hal itu pula yang membuat kehidupan rumah tangga anaknya mulai sering diwarnai percekcokan. Bagi Zubaidah, keadaan demikian sungguh membuatnya tidak enak hati. Bagaimanapun sebagai seorang ibu, dia ingin melihat anaknya hidup bahagia. Kebahagiaan anaknya, justru terganggu oleh sikap Suria yang merasa bebas bebuat sekehendak hati tehadap anaknya. Ia menyesalkan sikap suaminya. ”Sesal Zubaidah terhadap Suria semata-mata, dan sesal tak putus itulah yang mendatangkan penyakit kepadanya” Tekanan batin yang mendatangkan penyakit jantung itu pula yang mengantarkan Zubaidah menghembuskan napasnya yang penghabisan. Ia meninggal di hadapan semua kaum keluarganya. Dan beberapa hari setelah di kuburkan mayat Zubaidah, dengan terus terang Halim mengatakan bahwa ibunya yang masih muda itu meninggal karena makan hati oleh tingkah laku ayahnya, karena disia-siakannya. Dengan terang-terangan hal itu di ungkapkan kepada Suria semua berita yang didapatkannya dari Sumedang tentang kelakuan dan perbuatan ayahnya itu akhir-akhir ini: yaitu dia hendak menikah dengan gadis muda dan memakai uang kas “dana kantor” itu. Tentu saja terjadi perselisihan hebat antara anak dan bapak. Sementara Haji Hasbullah dan istri tidak mengucapkan sepatah kata pun, meratapi kesedihan.
Akhirnya dia angkat kaki dari rumah anaknya itu kemudian tinggal dirumh mantan bujang ayahnya yang bernama Mak Iyah yang sudah menganggapnya seperti anak sendiri. Dengan bermata pencaharian sebagai penganyam topi. Dia bukan lagi orang yang di hormati, di segani orang seperti dulu. Tidak juga segagah, setampan, dan selicin dulu. Umurnya belum tua masih sekitar empat puluh satuan tapi rupanya sudah tua benar, pipinya cekung, kulitnya hitam kesat dimakan panas, rambutnya pun sudah beruban. Kematian istrinya telah membuat Suria merasa sangat malu terhadap kelakuannya sendiri. Bukan hanya malu, tetapi dia juga insaf atas segala kelakuannya di masa lalu. Dia telah mengganggu ketentraman kehidupan rumah tangga anaknya. Dia pula yang menyebabkan istrinya menderita hingga maut menjemputnya.

Sinopsis Novel Para Priyayi


PARA PRIYAYI
SINOPSIS
Cerita ini berawal dari sebuah kota bernama Wanagalih, yang merupakan tempat pertemuan antara Bengawan Solo dan Kali Mediun. Sebuah kota lama yang hadir semenjak pertengahan abad ke-19, kota itu tampak kecil dan begitu-begitu saja. Pohon-pohon asam yang besar-besar dan rindang yang tumbuh berjajar di sepanjang jalan, kini tak ada lagi karena telah terganti oleh pohon akasia yang Nampak lebih ramping. Dinamakan Wanagalih karena kota itu dikepung oleh hutan jati, yaitu dari kata Wana yang berarti htan dan galih yang artinya bagian yang terdalam dan terkeras dari kayu.
Adalah Lantip, seorang anak penjual tempe keliling di Wanagalih. Pada umurnya yang masih kecil, yaitu 6 tahun, ia dititipkan emboknya yang bernama Ngadiyem di rumah keluarga Sastrodarsono, keluarga priyayi terpandang di kabupaten. Ia sudah dianggap anak di rumah besar tersebut.
Waktu beliau masih kecil, namanya adalah Soedarsono, anak tunggal Atmokasan seorang Petani di desa Kedungsimo. Kemudian saat beliau dewasa dan sudah pantas, tidak hanya pantas, namun memiliki syarat-syarat sebagai seorang priyayi, maka oleh Pakde nya namanya di ubah menjadi Sastrodarsono. Pada saat beliau telah dewasa, beliau di nikahkan dengan dek Ngaisah, putri dari Bapak Mukaram yang juga memiliki background Priyayi, sehingga ketika mereka berumah tangga, si istri benar-benar siap dan bisa mendampingi suaminya yang seorang priyayi itu. Setelah pernikahan telah dilakukan mereka tinggal Ploso selama setahun kemudian pindah ke kedunsimo tinggal bersama bapak dan ibu ndoro Seten yang seketika itu menganggapnya sebagai anak. Didepan rumahitu terdapat pohon nangka yang besar-besar buahnya. Tak arang para tetangga di persilahkan untuk egambil nangka sekiranya butuh, pohon itu Nampak kuat, dan besar.Sastrodarsono benar-benar seorang ayah yang bijak dan pamong yang mampu mengayomi warga di sekitarnya. Ia bukanlah turunan priyayi. Status priyayi diperolehnya dengan kerja keras yang luar biasa. Pendidikan tinggi menjadi kendaraannya agar masuk sebagai kelompok priyayi.
Bersama istrinya Ngaisah Sastrodarsono membangun keluarga priyayi. Sastrodarsono bukanlah priyayi yang hanya duduk menikmati kemewahan yang dimilikinya. Ia masuk ke pelosok pedesaan, membangun sekolah rakyat, dan memercikkan kebijakan bagi warga sekitar bersama ketiga anak dan sepupu-sepupu baik dari pihaknya maupun dari pihak Dik Ngaisah. Ia juga menanamkan jiwa priyayi yang kuat bagi ketiga anaknya untuk selalu berada di jalan yang benar.
Keluarga Sastro Darsono perlahan berhasil membangun keluarga priyayi mereka sendiri. Kelahiran tiga anak mereka, yaitu Noegroho, Hardoyo dan Sumini menambah lengkap keluarga priyayi mereka. Semua anak mereka pun sukses megikuti jejak Sastro Darsono menjadi seorang priyayi. Noegroho yang menjadi Guru HIS kemudian banting setir ikut PETA pada jaman pendudukan Jepang, dan kemudian pindah menjadi perwira TNI pada jaman kemerdekaan. Hardoyo, menjadi seorang abdi Mangkunegaran dan menantunya Harjono (suami Soemini) seorang Asisten Wedana. Dalam perjalanan hidup keluarga Sastrodarsono tidak selalu mulus. Berbagai masalah menghadang mereka. Yang pertama dimulai dari Keluarga nugroho yang menikah dengan Suz dikaruniai tiga orang anak bernama Toni, Marie, dan Tommi. Anak pertamanya meninggal karena ikut perang melawan PKI, lalu dengan meninggalnya anak sulung yang bernama Toni itu timbul sebuah perasaan takut kehilangan anak lagi, maka mereka memanjakan anak-anaknya. Hingga akhirnya anak kedua mereka yang bernama Marie itu hamil karena pergaulan bebas, ia hamil anak Maridjan, seorang lelaki yang lebih muda darinya, namun telah memiliki istri dan anak satu sebelum menghamili Marie. Lanjut demi lanjut, mereka pun akhirnya di nikahkan dan dikaruniai dua irang anak. Dan kelihatanya kegagalan pendidikan juga terjadi pada anak ketiganya yang bernama Tommi yang acuh tak acuh pada setiap masalah.
Yang kedua masalah pada anak tunggal Hardojo hasil pernikahannya dengan Srimurti yang bernama Hari yang akhirnya juga menghamili teman satu kampus juga satu organisasi, tidak cukup itu, kesedihan juga melanda saat Gadis, nama kekasihnya Hari harus menempuh hukuman penjara dalam keadaan hamil. Saat keluarga Hari memberikan pertolongan untuk Gadis, yaitu membebaskannya menjadi tahanan rumah seperti yang di alami Hari sebelumnya, ternyata ia meninggal beberapa hari yang lalu dengan dua anak kembarnya. Kepedihan sangat terasa.
Dan yang terakhir adalah Soemini. Masalah tentang suaminya, Harjono yang kepincut dengan teman rekan kerjanya. Namun pada akhirnya bisa di selesaikan.
Sekian lama, tiba waktunya Ngaisah meninggal tiga tahun sebelum Sastrodarsono jga akhirnya meninggal. Sebelum hari-hari kematian Sastrodarsono atau lebih akrab di sapa dengan sebutan Eyang Kakung itu, pohon nangka yang telah ada saat mereka awal berumah tangga pun juga ikut roboh. Itulah tanda-tanda sebelum akhirnya Eyang Kakung itu meninggal.
Dalam cerita ini yang patut disebut sebagai Priyayi yang sesungguhnya Adalah Lantip. Meski ia adalah anak haram hasil hubungan Soenandar dan ibu kandungnya Ngadiyem, namun ia berhasil menjadi seorang priyai yang sebenarnya. Terlihat dari ketulusan dan kesediaannya membantu para anggota keluarganya. Namun ia tak bangga dengan semua tu. Cerita ini di tutup dengan peristiwa ia mengajak tunangannya, calon istrinya yang bernama Halimah itu ke makam Embok dan Embahnya dengan perasaan yang bahagia.


Sinopsis Novel yang lain baca di Daftar Entry >>>>
(Thanks For Visiting)
www.edyindo.blogspot.com

Kumpulan Sinopsis, Novel Gadis Pantai


Di sebuah kampung nelayan yang jauh dari keramaian, hiduplah sebuah keluarga miskin yang kehidupannya menggantungkan dari laut. Mereka memiliki seorang anak gadis yang usianya baru berusia empat belas tahun. Usia yang belum cukup untuk mengarungi bahtera rumah tangga.

Pada usai yang sedini ini dia sudah dinikahkan dengan seorang Bendoro dari kota yang diwakili oleh sebilah keris. Perkawinan mereka hanya disaksikan oleh ketua kampung yang sekaligus sebagai perwakilan dari kota. Setelah pernikahan dilangsungkan, Gadis Pantai itulah nama anak nelayan miskin itu langsung diboyong ke kota, ke tempat keluarga Bendoro tinggal.

Kehidupan yang jauh berbeda dengan keadaan sewaktu di tempatnya sendiri membuat Gadis Pantai merasa dirinya dalam sebuah kerangkeng yang serba terbatas. Disekelilingnya tak ada yang pernah tersenyum dengannya, semuanya begitu kaku, hanya seorang pelayan tualah yang menjadi teman bicara dan teman bertanya dikala sedang merasa kesepian di kamarnya.

Tiga bulan telah berlalu Gadis Pantai kini telah menjadi istri seorang Bendoro.  Nama sebutannya pun sudah bukan Gadis Pantai lagi, melainkan Mas Nganten. Dalam waktu yang tiga bulan, Mas Nganten semakin tidak mengenal dirinya sendiri. Dengan perubahan-perubahan yang ada pada dirinya. Ini semua berkat bantuan pelayan tua yang senantiasa membingbing dan mengarahkan Gadis Pantai.

Kehidupan yang serba terikat dalam gedung yang besar membuat Gadis Pantai merasa rindu akan kampung halamannya. Dia ingin pulang kembali ke kampungnya. Tapi apa mau dikata pelayan tualah yang selalu memuluhkan hatinya agar tidak kembali ke kampungnya sendiri.

Setahun berlalu Gadis Pantai semakin dapat menyesuaikan diri dengan keadaan yang memaksanya harus begitu rupa. Tidak ada kejadian yang merasa dirinya atau keluarga Bendoro terganggu. Hal ini karena masing-masing memiliki tugas dan kewajiban berbeda, serta martabat yang berbeda.

Namun pada suatu ketika Gadis Pantai kehilangan dompet tempat uang belanjaan dapurnya. Uang itu untuk menghidupi seisi gedung. Gadis Pantai menjadi risih harus bagaimana dia mengadukan pada Bendoro. Sedangkan yang dicurigainya adalah masih kerabat Bendoro sendiri, setelah ditanyai dia tidak mengaku, malahan temannya yang lain ikut membelanya dan sebaliknya menghina pada Gadis Pantai. Namun pelayan tua yang menemani Gadis Pantai mengadukannya pada Bendoro.

Bendoro menjadi murka setelah tahu pencuri dompet istrinya adalah kerabatnya, dia langsung mengusirnya dari gedung itu bersama dengan pelayan tua yang mengadukannya. Hal ini membuat Gadis Pantai merasa terpukul karena dia tidak memiliki lagi teman untuk mencurahkan perasaanya. Kepergian pelayan tua tidak membuat gusar Bendoro, karena pada waktu itu juga dia dapat menggantikan pelayan tua dengan seorang pelayan yang masih muda, Mardinah namanya pelayan itu. Dia masih kerabatnya Bendoro sewaktu ditanya oleh Gadis Pantai.

Kadatangan Mardinah ke rumah itu sepertinya memiliki niat lain. Dia datang tidak hanya sebagai pelayan, tetapi ingin menghancurkan rumah tangga Gadis Pantai. Hal ini membuat Gadis Pantai  ingin pulang ke kampungnya, dan Bendoro pun tidak merasa keberatan . Kepulangannya ke kampungnya harus diantar oleh pelayan barunya itu, yakni Mardinah. (Bagian 1)

Gadis Pantai tidak pulang kembali bersama Mardinah ke kota, Gadis Pantai tinggal beberapa hari di kampungnya. Mardinah disuruhnya pulang terlebih dahulu bersama kusir yang mengantarnya sewaktu mereka datang. Selama di kampung Gadis Pantai tidak merasa seperti dulu. Semua orang memandangnya lain. Setiap orang yang dilihatnya langsung menundukkan wajahnya. Hal ini membuat Gadis Pantai merasa seperti dirinya asing bagi kampungnya sendiri. Bapaknya pun berlaku seperti orang lain, mereka seakan-akan baru bertemu dengan seorang pembesar.

Setelah empat hari tinggal di kampung, datanglah rombongan Mardinah yang akan menjemput Gadis Pantai dengan disertai empat orang pengawal. Nereka memaksa Gadis Pantai untuk segera pulang ke kota ditunggu oleh Bendoro. Sedangkan surat yang diberikan oleh Bendoro tidak diberikannya pada Gadis Pantai ataupun bapaknya sendiri. Hal ini membuat Bapaknya Gadis Pantai merasa curiga. Dugaan ini ternyata benar, dan Bapak mencari akal untuk membuktikannya, serta menyelamatkan anaknya yang ada dalam bahaya.

Akhirnya rahasia Mardinah terbuka, setelah taktik dijalankan. Mardinah mengaku disuruh Bendoro dari Demak untuk membunuh Gadis Pantai di perjalanan dengan diberi upah yang cukup besar. Mardinah mendapat hukuman dari warga untuk kawin dengan lelaki yang paling malas di kampung itu, yang bernama si Dul Pendongeng. Mardinah dapat menerimanya dengan lapang dada. (Bagian 2)

Sepulang dari kampung Gadis Pantai merasa dirinya sedang mengandung. Hal ini langsung dibuktikan oleh paraji Bendoro sendiri. Bendoro pun tidak banyak omong tentang kepulangannya dari kampung. Tidak banyak ditanyakan oleh Bendoro. Hal ini membuat Gadis Pantai merasa tenang untuk mnyelamatkan kampung orang tuanya, yang telah membuat hilangnya pengawal Mardinah. Kandungannya menginjak waktu ke sembilan, saat itu Gadis Pantai sudah tidak sabar lagi ingin segera memiliki seorang anak, hal inipun sangat ditunggu-tunggu oleh bapaknya sendiri di kampung.

Saat melahirkannya pun kini telah tiba. Kelahiran Gadis Pantai dibantu oleh seorang dukun beranak kepercayaan Bendoro. Gadis Pantai melahirkan seorang anak perempuan yang mungil seperti ibunya sendiri. Namun  bagi kalangan priyayi anak perempuan kurang diharapkan. Hal ini kelihatan dari setelah melahirkan Bendoro tidak mau melihat keadaannya sehabis melahirkan. Apakah dia sehat atau tidak. Tidak pedulinya Bendoro dikarenakan anak yang baru dilahirkannya seorang perempuan.

Tiga bulan setelah dilahirkan Bapak datang menjenguk Gadis Pantai secara tidak sengaja. Bapak dipanggil oleh Bendoro untuk menghadap. Namun setelah menghadap wajah Bapak tidak bahagia, Bapak murung tidak seperti biasanya. Kemudian Bapak menyuruh Gadis Pantai untuk segera membereskan pakaiannya untuk dimasukkan ke dalam wadah.

Gadis Pantai merasa kebingungan Bapak mengajaknya pulang. Namun, Bapak menjelaskan pada Gadis Pantai bahwa Bendoro telah menceraikannya, dan Gadis Pantai harus segera pulang dengan bapaknya. Gadis Pantai merasa terkejut, tapi apalah daya seorang sahaya seperti dia hanya menurut kehendak Bendoro. (Bagian 3)

Walaupun dengan perasaan berat Gadis Pantai meninggalkan kesemuanya yang dimilikinya pada waktu digedung bersama Bendoro termasuk anak gadisnya yang baru tiga bulan dia lahirkan. Dalam perjalanan pulang Gadis Pantai yang sudah berubah menjadi Mas Nganten enggan untuk pulang ke kampung halamannya. Perasaan malu menghantui dirinya. Meskipun bapaknya tetap memaksanya untuk pulang ke rumahnya. (Bagian 4)

Sinopsis Novel yang lain baca di Daftar Entry >>>>
(Thanks For Visiting)
www.edyindo.blogspot.com

Kumpulan Sinopsis Novel Atheis (Achdiat K. Mihardja)


Sinopsis Novel – Atheis (Achdiat K. Mihardja)
Judul               :  Atheis
Pengarang       :  Achdiat K. Mihardja
Tahun              :  1986

Hasan adalah seorang pemuda yang lahir dari sebuah keluarga yang fanatik terhadap agama Islam. Maka tak heran jika ia pun juga sangat taat dalam beribadah. Hasan merupakan pemuda yang lugu dan sangat menghormati orang tuanya. Ia anak yang berbakti dan menurut terhadap orang tuanya.
Saat hasan beranjak dewasa, ia melanjutkan sekolahnya ke Bandung. Di sana ia berkenalan dengan Rukmini dan menjalin hubngan dengannya. Orang tua Hasan merupakan orang tua dari keluarga raden, untuk itu mereka menyarankan agar  Hasan memilih seorang wanita yang dari kalangannya. Namun Rukmini bukanlah orang dari kalangan yang sama dengan Hasan, sehingga orang tua Rukmini memintanya untuk kembali ke Jakarta dan pada akhirnya dinikahkan oleh kedua orang tuanya dengan seorang saudagar kaya. Hati Hasan sangat sakit. Ia pun merasa kecewa dan patah hati karena baginya Rukmini adalah seseorang yang baik, soleha dan sangat cantik. Namun, hal tersebut tidak terus-menerus manjadi beban pikirannya. Sejak saat itu Hasan menginginkan tingkatan ibadah yang lebih agar ia bisa lebih dekat dengan sang pencipta. Ia pun mengikuti jejak ayahnya yang menganut ilmu tarekat.
Suatu hari Hasan bertemu dengan Rusli yang merupakan sahabat lamanya saat ia masih kecil. Di sana ia juga melihat seorang gadis cantik yang mempesona Hasan pada pandangan pertama. Gadis yang bernama Kartini tersebut kemudian dikenalkan oleh Rusli kepada Hasan. Ternyata Kartini adalah seorang janda. Dahulu ia dinikahkan paksa oleh kedua orang tuanya dengan seorang yang sudah sangat tua yang harusnya pantas ia panggil kakek, namun lelaki yang menjadi suaminya tersebut sangatlah kaya, sehingga saat Kartini bercerai dari lelaki tua tersebut, ia membawa banyak warisan. Mulai saat itu pun Kartini berniat untuk menjadi seorang wanita yang tegar dan tangguh. Kartini dan Rusli sangat akrab, namun hanya sebatas hubungan kakak dan adik saja. Kartini menganggap Rusli adalah orang yang dapat melindunginya.
Ternyata sejak pertemuannya tersebut Hasan mulai menaruh hati pada Kartini, ia pun mulai senang untk berkunjung ke rumah Rusli hanya untuk sekedar bertanya tentang Kartini. Namun, setiap kali ia ke rumah Rusli, ia pun pasti menjumpai Kartini  di sana. Awalnya ia merasa cemburu dan mengganggap pergaulan antara Rusli dan Kartini bukan hubungan antara kakak dan adik, melainkan lebih. Kini hasan tahu bahwa Rusli merupakan seorang yang  tidak percaya adanya Tuhan. Di setiap pembicaraan mereka Hasan selalu tidak bisa mengedalikan diri saat argumen-argumen yang dikeluarkan Rusli logis adanya. Ia pun sempat emosi terhadap Rusli. Namun, akhirnya ia menyimpulkan untuk membantu Rusli dan Kartini ke jalan yang benar.
Usaha Hasan selalu gagal Karena ia berhadapan dengan orang-orang yang pengetahuannya luas. Usaha menjadi tidak ada artinya ketika Hasan juga berkenalan dengan teman Rusli yang lain, yakni Anwar. Anwar adalah seorang atheis, tidak percaya kepada Tuhan. Karena kepandaian Anwar mempengaruhi Hasan, akhirnya Hasan mulai terpengaruh. Kesalehan yang selama ini melekat dalam dirinya perlahan-lahan luntur. Ia mulai meragukan keberadaan Tuhan dan mulai tidak taat beribadah.
Kepercayaannya terhadap tuhan benar–benar luntur saat ia menjalin hubungan dengan Kartini. Ia semakin menjadi sosok pribadi yang tidak pernah ia bayangkan sebelumnya. Di mata Hasan, sosok Kartini sangat mirip dengan Rukmini,  kekasihnya yang sudah dijodohkan oleh orang tuanya. Hasan dan Kartini pun akhirnya menikah . kedua orang tua Hasan tidak menyetujui pernikahan tersebut. Namun tekad Hasan sudah bulat. Ia tetap akan menikahi Kartini meskipun orang tuanya tidak merestui bahkan mengusirnya dan tidak lagi menganggap Hasan sebagai anaknya. Pernikahan dipahami Hasan sebagai perasaan suka sama suka.
Pernikahan Hasan dan Kartini selalu diwarnai dengan pertengkaran. Sikap kartini yang menganut faham kebebasan membuat Hasan tidak terima dan menganggap Kartini sebagai seorang wanita yang tidak bisa menghargai suaminya. Ia pun seringkali memukuli Kartini karena kecemburuannya terhadap sikap Kartini dan sikap Anwar. Hasan merasa bahwa di belakangnya, istrinya tersebut berselingkuh dengan Anwar. Kartini tetap saja mengelak. Hingga pada akhirnya mereka pun bercerai. Karena persoalan-persoalan inilah Hasan kembali membutuhkan kekuatan Tuhan. Kesadaran inilah yang membuat Hasan merasa berdosa tidak hanya kepada orangtuanya tetapi juga kepada Allah. Ia menyesal telah meninggalkan nilai-nilai keagamaan dalam dirinya.
Setelah ia bercerai dengan Kartini ia pun pulang ke rumahnya. Untuk bertemu dengan kedua orang tuanya dan meminta maaf atas apa yang telah ia perbuat. Ia ingin bersujud di kaki ayahnya yang ternyata tengah sakit parah. Ayahnya tidak sudi dan tidak menerima semua permintaan maaf yang Hasan ucapkan. Ia pun menyuruh Hasan untuk pergi dari rumahnya.
Lalu saat ia pergi ke sebuah hotel ia mendapatkan fakta bahwa pada hari saat ia dan istrinya bertengkar, dan istrinya kabur dari rumah. Anwar dan Kartini berada dalam satu kamar. Semakin memuncak kemarahannya saat ia mengetahui bahwa istrinya berusaha menolak Anwar seperti yang diucapkan oleh pelayan di hotel tersebut. Ia pun pergi mencari Anwar hingga tengah malam. Ia tidak sadar bahwa saat itu telah terjadi jam malam sehingga ia pun tertembak oleh peluru yang menembus punggungnya. Ia pun tewas di tempat kejadian dengan penuh rasa sesal.

Sinopsis Novel yang lain baca di Daftar Entry >>>>
(Thanks For Visiting)
www.edyindo.blogspot.com