KATAK HENDAK JADI LEMBU
SINOPSIS
Haji Zakaria adalah sahabat Karib Haji Hasbullah. Semenjak kecil mereka
dapat dikatakan sepermainan, seperjalanan dan sama-sama pula pergi naik haji ke
Tanah Suci. Juga senasib, sama-sama memiliki anak tunggal. Bedanya, Haji
Hasbullah memiliki seorang anak perempuan, Zubaidah namanya. Lebih berbahagia
dan lebih beruntung daripada dia, karena Haji Hasbullah lebih kaya dan menjadi
khatib ternama, ramah, dan lurus di negerinya. Zubaidah setelah tamat belajar
di sekolah rendah setingkat SMP, dididiknya di rumah dengan budi bahasa yang
halus, baik tentang perkara adat sopan-santun, juga tentang perkara agama.
Sedang Haji Zakaria adalah seorang tani kaya yang memiliki seorang anak
laki-laki bernama Suria. Sebagaimana kebiasaan pada anak tunggal, Haji Zakaria
selalu menuruti apapun permintaan Suria. Sehingga saat dia dewasa, dia tumbuh
menjadi anak yang manja, pesolek, dan tinggi hati.
Ketika Zubaidah berumur 14 tahun, dia akan dijodohkan dengan Raden Prawira,
yang bepangkat manteri polisi. Dalam ikhtiar orangtuanya itu, datanglah Haji
Zakaria dengan maksud ingin meminang Zubaidah untuk anaknya, Suria. Hati siapa
yang tak luluh jika memintanya dengan sangat memohon dan halus? Apalagi yang
meminta adalah sahabat karibnya. Lalu di setujuilah permintaan itu. Sebenarnya
Haji Hasbullah sudah ahu dan tidak suka dengan perangai Suria, namun dia
berharap agar agaknya perangai itu bisa berubah nanti dengan setelah dia
menikah dengan anaknya. Setelah Zubaidah telah akilbalig yaitu sudh cukup lima
belas tahunn maka mereka secara resmi dinikahkan dengan diramaikan tari-tarian,
nyanyi-nyanyian dan perjamuan besar dua hari dan dua malam lamanya. Maklum
kedua-duanya berasal dari keluarga yang berada. Namun pernikahan itu tak
membawa bahagia agaknya.
Harapan Haji Hasbullah tidak terkabul nyatanya. Perangai Suria malah
semakin menjadi-jadi sepeninggal ayahnya. Tabiat suria bertambah teranja-anja,
congkak, dan sombong. Dia berfoya-foya dengan harta peninggalan orangtuanya
itu. Tidak di jaganya dengan baik-baik malah dihabiskan. Dan ketika istrinya
melahirkan seorang anak laki-laki bernama Abdulhalim, tiba-tiba ia pun
meninggalkannya. Dan setelah tiga tahun lamanya perempuan itu meranda, selama
itu pula Suria berfoya-foya dengan hartanya dan akhirnya habis. Akhirnya dia
kembali ke keluarga yang telah ditinggalkannya. Di jemputlah sang istri dirumah
mertuanya itu dengan memohon, bersimpuh, dan menyesalkan atas kesalahan yang
telah dia perbuat Selama ini. Dan akhirnya mereka kembali ke rumah Zubaidah.
Setelah dua tahun Suria di angkat menjadi manteri kabupaten. Namun Abdulhalim
tinggal di Tasikmalaya bersama neneknya. Setelah dia berumur 6 tahun, oleh Haji
Hasbullah dia dimasukkan ke sekolah Belanda dan kemudian ke sekolah menak di
Bandung dengan ongkosnya sendiri. Dan ketika Suria menjadi manteri kabupaten,
gajinya pun bertambah, namun tak sekalipun uang itu digunakannya untuk
menyekolahkan ketiga anaknya, yaitu Abdulhalim, Saleh, dan Aminah. Ketiganya
dibiayai oleh kakeknya, Haji Hasbullah. Uangnya itu bahkan tak cukup untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari sehingga seperti pepatah “Besar pasak
daripada tiang”. Hutangnya pun semakin menumpuk saja tidak pula dia bisa
melunasi hutang-hutangnya. Malah semakin menumpuk membuat istrinya sedih,
tertekan memikirkan tabiat suaminya yang gila pangkat dan kehormatan itu.
Seringkali terjadi petengkaran mulut antara zubaidah dan Suria. Zubaidah
tak kuat lagi menahan malu kepada para penagih yang selalu datang ke rumahnya.
Namun Suria sendiri bersikap acuh tak acuh menghadapi kenyataan itu. Bahkan,
dia kini ingin naik pangkat ketika didengarnya ada lowongan klerk. Hal itu ia
ceritakan kepada istrinya bahwa beberapa hari yang lalu ia mengirim pemohonan
untuk mengisi lowongan itu. dia begitu yakin atasannya akan berusaha
menolongnya.”Tak usah mengeluh juga, Edah,”ujarnya, ”Kalau sudah keluar surat
angkatan akang jadi klerk, tentu klerk kelas 1, tak pelu kita disokong ayah
dari Tasik lagi. Dengan sekejap saja kita sudah lebih daripada manteri polisi
yang tertua dinasnya.”
Utang Suria terus menggunung. Apalagi karena Suria berani mengambil
barang-barang lelangan atasannya. Maka, untuk melunasi utang-utang itu, Suria
menjadi gelap mata. Ia ”telan” uang kas di kantornya. Perbuatannya itu
diketahui atasannya. Kemudian, ketika Suria dipanggil atasannya, dia bahkan
mengajukan permohonan behenti bekerja.
Rupanya, Suria telah merencanakan sebelumnya. Dalam pikirannya, setelah
berhasil menggelapkan uang kas, ia akan membawa istri dan anak anaknya pindah
ke rumah Abulhalim yang kini telah bekerja dan telah pula berkeluarga. Suria
mengirim surat kepada anaknya dan mengutarakan maksudnya itu. Sebagai seorang
anak yang ingin membalas budi orang tua, Abdulhalim sama sekali tak merasa keberatan
dengan keinginan ayahnya. Mulai saat itu, Suria tinggal di rumah anaknya.
Orang tua itu rupanya benar benar tak tahu diri. Ia tetap bersikap seperti
tuan rumah layaknya. Adapun Abulhalim dan menantunya dia anggap sebagai anak
yang harus patuh pada orangtua, sekalipun Abdulhalim sebagai kepala
rumahtangga.”Patutkah seorang menantu menghinakan mertuanya? patutkah seorang
perempuan berkata sekasar itu terhadapku, bekas manteri kabupaten? Sudah salah
ayahmu mengawinkan Abdulhalim dengan anak jaksa kepala itu. Mengharapkan gelar
dan paras saja. Coba diturutkan nasihatku dahulu dikawinkan Abdulhalim dengan
anak wedana, yang telah jadi guru di Tasik itu, tentu takkan begini jadinya.”
Tak kuasa Zubaidah melihat tingkah laku suaminya yang sering mencampuri urusan
rumahtangga anaknya. Hal itu pula yang membuat kehidupan rumah tangga anaknya
mulai sering diwarnai percekcokan. Bagi Zubaidah, keadaan demikian sungguh
membuatnya tidak enak hati. Bagaimanapun sebagai seorang ibu, dia ingin melihat
anaknya hidup bahagia. Kebahagiaan anaknya, justru terganggu oleh sikap Suria
yang merasa bebas bebuat sekehendak hati tehadap anaknya. Ia menyesalkan sikap
suaminya. ”Sesal Zubaidah terhadap Suria semata-mata, dan sesal tak putus
itulah yang mendatangkan penyakit kepadanya” Tekanan batin yang mendatangkan
penyakit jantung itu pula yang mengantarkan Zubaidah menghembuskan napasnya
yang penghabisan. Ia meninggal di hadapan semua kaum keluarganya. Dan beberapa
hari setelah di kuburkan mayat Zubaidah, dengan terus terang Halim mengatakan
bahwa ibunya yang masih muda itu meninggal karena makan hati oleh tingkah laku
ayahnya, karena disia-siakannya. Dengan terang-terangan hal itu di ungkapkan
kepada Suria semua berita yang didapatkannya dari Sumedang tentang kelakuan dan
perbuatan ayahnya itu akhir-akhir ini: yaitu dia hendak menikah dengan gadis
muda dan memakai uang kas “dana kantor” itu. Tentu saja terjadi perselisihan
hebat antara anak dan bapak. Sementara Haji Hasbullah dan istri tidak
mengucapkan sepatah kata pun, meratapi kesedihan.
Akhirnya dia angkat kaki dari rumah anaknya itu kemudian tinggal dirumh
mantan bujang ayahnya yang bernama Mak Iyah yang sudah menganggapnya seperti
anak sendiri. Dengan bermata pencaharian sebagai penganyam topi. Dia bukan lagi
orang yang di hormati, di segani orang seperti dulu. Tidak juga segagah,
setampan, dan selicin dulu. Umurnya belum tua masih sekitar empat puluh satuan
tapi rupanya sudah tua benar, pipinya cekung, kulitnya hitam kesat dimakan
panas, rambutnya pun sudah beruban. Kematian istrinya telah membuat Suria
merasa sangat malu terhadap kelakuannya sendiri. Bukan hanya malu, tetapi dia
juga insaf atas segala kelakuannya di masa lalu. Dia telah mengganggu
ketentraman kehidupan rumah tangga anaknya. Dia pula yang menyebabkan istrinya
menderita hingga maut menjemputnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar