Novel karya
Abdul Muis ini merupakan salah satu roman yg lahir di masa Angkatan '20-an,
banyak mendapat perhatian kalangan sastrawan, dan berlatar belakang
adat-istiadat Minangkabau. Pertama kali terbit tahun 1928 oleh PN. Balai
Pustaka.
Hanafi
dikirim ibunya ke Betawi untuk bersekolah di HBS (Hoogere Burger School).
Walaupun ibu Hanafi hanyalah seorang janda, dia menginginkan anaknya menjadi
orang pandai. Karena itu, ia bermaksud menyekolahkan Hanafi setinggi-tingginya.
Masalah
biaya, dia berusaha keras untuk selalu memenuhinya walaupun harus meminta
bantuan kepada mamaknya, Sutan Batuah. Selama di Betawi, Hanafi dititipkan pada
keluarga Belanda, sehingga dia setiap hari dididik secara Belanda dan bergaul
dengan orang-orang Belanda. Pergaulan Hanafi setamat HBS juga tidak terlepas
dari lingkungan orang-orang Eropa. Hal ini karena dia bekerja di kantor asisten
residen di Solok. Dia sangat bangga menjadi orang Belanda walaupun sebenarnya
dia seorang pribumi asli. Gaya hidupnya sangat kebarat-baratan. Bahkan,
terkadang melebihi orang barat yang sebenarnya.
Selama
bergaul dengan orang-orang Eropa, Hanafi jatuh hati pada salah seorang gadis
Eropa bernama Corrie. Corrie adala seorang gadis indo Perancis-Belanda.
Hubungan keduanya memang akrab. Mereka suka mengobral berdua. Corrie mau
bergaul dengan Hanafi hanya sebatas teman karena mereka sering bertemu.
Namun, bagi
Hanafi, hubungan pertemanan itu diartikan lain, dia merasa bahwa Corrie pun
mencintai dirinya seperti yang ia rasakan. Ketika Hanafi mengemukakan isi
hatinya, Corrie menolak secara halus. Corrie merasa tidak mungkin menjalin
hubungan dengan Hanafi karena perbedaan budaya di antara mereka.
Corrie
adalah peranakan Eropa, sedangkan Hanafi orang pribumi. Namun, tampaknya Hanafi
tidak mengerti penolakan itu.
Untuk menghindari Hanafi, Corrie
pindah ke Betawi. Di Betawi, dia menegaskan kembali kepada Hanafi mengenai
hubungan mereka melalui surat. Dia meminta Hanafi untuk melupakan dirinya.
Menerima surat tersebut, Hanafi sangat terpukul dan jatuh sakit. Selama sakit,
Hanafi banyak mendapatkan nasihat dari ibunya. Ibunya membujuknya untuk
menikahi wanita pribumi pilihan ibunya, Rapiah.
Perkawinan yang tidak didasari
perasaan cinta itu membuat keluarga Hanafi-Rapiah tidak pernah tenteram. Hanafi
sering menyakiti hati Rapiah, marah-marah, dan memaki-makinya hanya karena
persoalan sepele. Namun, Rapiah tak pernah melawan dan semua perlakuan Hanafi
diterimanya dengan pasrah. Hal itu membuat kagum ibu mertuanya.
Pada suatu hari, Hanafi digigit anjing gila. Dia harus berobat ke Jakarta. Di Jakarta, dia bertemu dengan Corrie, gadis yang selalu dirindukannya. Hanafi berusaha keras untuk memperoleh Corrie. Dia segera mengurus surat-surat untuk memperoleh hak sebagai orang Belanda. Setelah surat-surat tersebut selesai, dia memohon Corrie agar bersedia bertunangan dengannya.
Pada suatu hari, Hanafi digigit anjing gila. Dia harus berobat ke Jakarta. Di Jakarta, dia bertemu dengan Corrie, gadis yang selalu dirindukannya. Hanafi berusaha keras untuk memperoleh Corrie. Dia segera mengurus surat-surat untuk memperoleh hak sebagai orang Belanda. Setelah surat-surat tersebut selesai, dia memohon Corrie agar bersedia bertunangan dengannya.
Karena rasa ibanya kepada Hanafi,
dengan berat hati Corrie menerima permintaan Hanafi. Corrie tahu, bahwa
pertunangan itu akan membuat dirinya dijauhi oleh teman-teman Eropanya.
Pesta pertunangan itu dilaksanakan di rumah seorang teman Belanda Corrie. Tuan rumah itu tidak begitu ramah menyambut pertunangan mereka. Dia tidak suka melihat dan bergaul dengan orang Belanda berkulit sawo matang. Namun, pertunangan itu tetap dilaksanakan dalam suasana hambar.
Pesta pertunangan itu dilaksanakan di rumah seorang teman Belanda Corrie. Tuan rumah itu tidak begitu ramah menyambut pertunangan mereka. Dia tidak suka melihat dan bergaul dengan orang Belanda berkulit sawo matang. Namun, pertunangan itu tetap dilaksanakan dalam suasana hambar.
Sementara itu, Rapiah dan ibunya tetap menunggu kedatangan Hanafi di kampungnya, walaupun mereka telah mengetahui bahwa Hanafi akan menikah dengan Corrie. Walau ditinggalkan suaminya, Rapiah masih tetap tinggal bersama mertuanya. Hal itu atas permintaan ibu Hanafi.
Dia menyayangi Rapiah melebihi rasa
sayangnya kepada Hanafi. Dia kagum atas kesabaran dan kesetiaan Rapiah terhadap
anaknya. Padahal perlakuan Hanafi terhadap Rapiah sangat keterlaluan, namun
Rapiah selalu memaafkannya.
Sementara itu, rumah tangga Hanafi
dan Corrie tidak seperti yang mereka harapkan. Sedikit pun tidak ada
ketentraman dan kedamaian yang sebelumnya mereka harapkan. Keluarga mereka
dijauhi oleh teman-teman mereka sendiri.
Keduanya hidup dalam kondisi yang
membingungkan. Bangsa Eropa tidak mengakui mereka. Demikian pula, bangsa Hanafi
tidak mengakuinya karena keangkuhan dan kesombongan Hanafi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar